Kebijaksanaan Kentut
Siapa Yang Kentut..? Silahkan Berdiri..!
Dikisahkan, bahwa suatu hari para sahabat sedang berkumpul di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan berkata,
“Barangsiapa yang kentut, silakan bangun”.
Hening, tak seorang pun berdiri. Ketika datang waktu ‘Isya mereka berkata,
“Orang yang kentut pasti akan berwudhu setelah ini. Orang itulah yang kentut”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya, mungkin malu. Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tunggu
dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu lagi. Lalu para sahabat pun ikut
berwudhu dan tidak diketahui siapa yang kentut waktu itu.
Subhanallah. Sungguh, dalam diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kita semua.
.
.
Dikisahkan, bahwa suatu hari para sahabat sedang berkumpul di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan berkata,
“Barangsiapa yang kentut, silakan bangun”.
Hening, tak seorang pun berdiri. Ketika datang waktu ‘Isya mereka berkata,
“Orang yang kentut pasti akan berwudhu setelah ini. Orang itulah yang kentut”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya, mungkin malu. Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tunggu
dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu lagi. Lalu para sahabat pun ikut
berwudhu dan tidak diketahui siapa yang kentut waktu itu.
Subhanallah. Sungguh, dalam diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kita semua.
.
.
Kisah tentang menjaga perasaan saudara seiman
pun juga terjadi pada seorang ulama, yaitu Syaikh
Abdurrahman Hatim bin Alwan. Beliau merupakan salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan Hatim Al
A’sham, yang artinya Hatim si tuli. Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau. Namun, tanpa sengaja ia kentut dengan suara yang cukup keras. Wanita itu salah
tingkah, menahan malu. Lalu syaikh ini pura-pura tuli, dan meminta si wanita mengulangi
pertanyaannya. Dengan sikap sang syaikh, wanita itu pun merasa sedikit lega. Ia mengira sang syaikh benar-benar tuli. Lalu mereka berbicara dengan saling meninggikan suara.
Wanita itu hidup selama lima belas tahun setelah kejadian tersebut. Selama itu pula Syaikh Hatim pura-pura tuli. Hingga wanita itu meninggal, ia tak pernah tahu kepura-puraan beliau.
.
.
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta jamaah untuk
menikmati hidangan daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak sedap. Rupanya diantara yang hadir ada yang
buang angin. Para sahabat saling menoleh. Wajah
Rasulullah sedikit berubah tanda tidak senang. Maka tatkala waktu shalat maghrib hampir masuk, sebelum bubar, Rasulullah berkata:
"Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah
ia berwudhu!". Mendengar perintah Rasulullah tersebut maka seluruh jamaah mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Tiga kisah di atas menceritakan bagaimana
seharusnya seorang muslim untuk menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah
menertawakannya atau menyebarkan aibnya.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ
ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ .
“... dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” (Muttafaq alaih)
pun juga terjadi pada seorang ulama, yaitu Syaikh
Abdurrahman Hatim bin Alwan. Beliau merupakan salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan Hatim Al
A’sham, yang artinya Hatim si tuli. Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau. Namun, tanpa sengaja ia kentut dengan suara yang cukup keras. Wanita itu salah
tingkah, menahan malu. Lalu syaikh ini pura-pura tuli, dan meminta si wanita mengulangi
pertanyaannya. Dengan sikap sang syaikh, wanita itu pun merasa sedikit lega. Ia mengira sang syaikh benar-benar tuli. Lalu mereka berbicara dengan saling meninggikan suara.
Wanita itu hidup selama lima belas tahun setelah kejadian tersebut. Selama itu pula Syaikh Hatim pura-pura tuli. Hingga wanita itu meninggal, ia tak pernah tahu kepura-puraan beliau.
.
.
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta jamaah untuk
menikmati hidangan daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak sedap. Rupanya diantara yang hadir ada yang
buang angin. Para sahabat saling menoleh. Wajah
Rasulullah sedikit berubah tanda tidak senang. Maka tatkala waktu shalat maghrib hampir masuk, sebelum bubar, Rasulullah berkata:
"Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah
ia berwudhu!". Mendengar perintah Rasulullah tersebut maka seluruh jamaah mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Tiga kisah di atas menceritakan bagaimana
seharusnya seorang muslim untuk menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah
menertawakannya atau menyebarkan aibnya.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ
ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ .
“... dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” (Muttafaq alaih)
Penulis : unknown
@supportsunnahmedia
@supportsunnahmedia
Comments
Post a Comment