Kapan Nih Mau Hijrah?
Kapan Mau Hijrah?
Kapan mau hijrah? Kalau serius berhijrah, janganlah menunda-nunda.
Apa Sih yang Dimaksud Hijrah?
Secara etimologi, hijrah adalah lawan dari kata washal (bersambung). Maksud
hijrah di sini adalah berpisahnya seseorang entah berpisah dengan badan, dengan
lisan, dengan hati.
Asal hijrah di sini bermakna meninggalkan, yaitu meninggalkan berbicara
atau meninggalkan perbuatan. Tidak berbicara pada orang lain, itu bermakna
hajr.
Sedangkan kalau membahas hijrah, ada dua maksud:
1. Hijrah hissi, yaitu berpindah tempat, yaitu berpindah dari negeri kafir ke
negeri Islam atau berpindah dari negeri yang banyak fitnah ke negeri yang tidak
banyak fitnah. Ini adalah hijrah yang disyari’atkan.
2. Hijrah maknawi (dengan hati), yaitu berpindah dari maksiat dan segala apa
yang Allah larang menuju ketaatan.
Setiap
manusia mesti berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Yang akan
diulas dalam tulisan ini adalah berhijrah dari maksiat pada ketaatan.
Ingatlah, Tujuan Kita Diciptakan
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan kita sia-sia, pasti ada suatu perintah dan larangan
yang mesti kita jalankan dan mesti kita jauhi. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا
تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada
maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada
balasan dari-Nya?” (Madarij As-Salikin, 1: 98)
Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan
seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah
dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan
dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madarij As-Salikin, 1: 98)
Menjadi Manusia Ideal
Manusia ideal tentu saja yang merealisasikan tujuan penciptaannya di atas.
Ia menjalankan yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Perintah dan larangan ini dalam hal hubungan dengan
Allah dan hubungan dengan sesama. Manusia ideal adalah yang baik terhadap Allah
dan terhadap manusia. Kriteria ini masuk dalam kriteria orang shalih.
Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,
الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده
وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته
“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap
sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat” (Fath Al-Bari, 2: 314).
Karena Rasul tidak hanya diutus untuk membetulkan ibadah, namun juga
mengajarkan akhlak sesama. Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan baiknya akhlak.” (HR. Ahmad, 2: 381. Syaikh Syu’aib
Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Mendekati Ideal
Dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata,
إِنّمَا النَّاسُ كَالإِبْلِ المِائَةِ لاَ تَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا رَاحِلَةٌ
“Sesungguhnya manusia seperti unta sebanyak
seratus, hampir-hampir tidaklah engkau dapatkan di antara unta-unta tersebut,
seekor pun yang layak untuk ditunggangi.” (HR. Bukhari, no. 6498).
Maksud hadits, tak ada memang yang sempurna. Namun tetap memang ada yang
mendekati ideal atau kesempurnaan.
Karena Rasul juga mengatakan bahwa yang terbaik bukanlah orang yang tidak
pernah berbuat dosa. Setiap manusia pernah berbuat salah. Yang paling baik dari
mereka adalah yang mau bertaubat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap manusia pernah berbuat salah. Namun
yang paling baik dari yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi no.
2499; Ibnu Majah, no. 4251; Ahmad, 3: 198. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Kata Ibnu Rajab dalam Fathul Barinya, yang dimaksud at-tawwabun adalah:
أَيْ الرَّجَّاعُونَ إِلَى اللَّهِ بِالتَّوْبَةِ مِنْ الْمَعْصِيَةِ إِلَى
الطَّاعَةِ .
“Orang yang mau kembali pada Allah dari maksiat menuju ketaatan.“ Artinya,
mau berhijrah dari maksiat dahulu menjadi lebih baik saat ini.
Tentu saja hijrah tersebut haruslah tulus lillah, tulus karena Allah …
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Ibnu Katsir menerangkan mengenai taubat yang tulus sebagaimana diutarakan
oleh para ulama, “Taubat yang tulus yaitu dengan menghindari dosa untuk saat
ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa itu lagi di
masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia,
maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 323).
Hudzaifah pernah berkata,
بحسب المرءِ من الكذب أنْ يقول : أستغفر الله ، ثم يعود
“Cukup seseorang dikatakan berdusta ketika ia mengucapkan, “Aku
beristighfar pada Allah (aku memohon ampun pada Allah) lantas ia mengulangi
dosa tersebut lagi.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 411).
Siapa Saja yang Mau Berhijrah …
Siapa saja yang mau berhijrah, Allah akan menerima hijrahnya.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang
malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Tentu saja setelah berhijrah, seseorang harus punya tekad menjadi baik dan
bertekad tidak mengulangi lagi maksiat yang dahulu dilakukan.
ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا
“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.”
Begitu juga dalam ayat disebutkan,
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada
mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)
Agar Bisa Istiqamah dalam Berhijrah?
Ingatlah kalau bisa istiqamah, itu benar-benar suatu karunia yang besar.
Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah disampaikan oleh muridnya Ibnul Qayyim dalam
Madarij As-Salikin,
أَعْظَمُ الكَرَامَةِ لُزُوْمُ الاِسْتِقَامَةِ
“Karamah yang paling besar adalah bisa terus istiqamah.”
Kiat agar bisa terus istiqamah adalah:
1. Harus dimulai dengan niatan yang ikhlas.
2. Meninggalkan maskiat dahulu yang dilakukan.
3. Bertekad untuk jadi lebih baik.
4. Mencari lingkungan bergaul yang baik.
5. Berusaha terus menambah ilmu lewat majelis ilmu.
6. Memperbanyak doa.
Terutama masalah teman, ini teramat penting. Karena tanpa teman yang baik,
kita sulit untuk berubah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman
karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib
kalian”. (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; Ahmad, 2: 344. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3545).
Teman-teman shalih bisa didapat di majelis ilmu. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ
الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا
تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ
ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek
adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika
engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau
minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya
yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101, dari Abu Musa)
Yang jelas hijrah tersebut harus ikhlas karena Allah, bukan karena cari
ridha manusia.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وما لا يكون له لا ينفع ولا يدوم
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.” (Dar-ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql, 2: 188).
Para ulama juga memiliki istilah lain,
ما كان لله يبقى
“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”
Juga jangan lupa untuk panjatkan doa pada Allah. Karena tanpa
pertolongan-Nya, kita tak berdaya dengan berbagai godaan. Do’a yang paling
sering nabi panjatkan agar bisa terus istiqamah adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha
Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau
baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ
أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara
jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan
keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa
menyesatkannya.”
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang
membolak-balikkannya.”
Kapan Mau Hijrah?
Allah Ta’ala menyeru kita,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Dalam ayat di atas disuruh bersegera bertaubat. Ini berarti disuruh pula
untuk segera meninggalkan maksiat dan raihlah ampunan Allah. Ini maksud yang
sama yang berisi perintah untuk segera berhijrah.
Imam Asy-Syaukani dalam Fath Al-Qadir menyatakan,
سارعوا إلى ما يوجب المغفرة من الطاعات
“Bersegeralah meraih ampunan Allah dengan melakukan ketaatan.”
Semoga kita bisa semangat terus dalam berhijrah, menjadi lebih baik mulai
saat ini dan bisa terus istiqamah.
@sunnahsupportmedia
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com
Comments
Post a Comment