Siapa Bilang Musik Haram??? Ulama Syafi’iyah Beberkan Tentang Musik
Fatwa Para Ulama Syafi’iyah Tentang Musik
Memang benar sebagian ulama Syafi’iyah membolehkan al ghina’dan ma’azif. Syamsyuddin Asy Syarbini mengatakan:
الْمَعَازِفُ آلَاتُ اللَّهْوِ، وَمِنْ الْمَعَازِفِ الرَّبَابُ وَالْجُنْكُ (لَا) اسْتِعْمَالُ (يَرَاعٍ) وَهُوَ الشَّبَّابَةُ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ جَوْفِهَا، فَلَا تَحْرُمُ (فِي الْأَصَحِّ) ؛ لِأَنَّهُ يُنَشِّطُ عَلَى السَّيْرِ فِي السَّفَرِ (قُلْت: الْأَصَحُّ تَحْرِيمُهُ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) كَمَا صَحَّحَهُ الْبَغَوِيّ وَهُوَ مُقْتَضَى كَلَامِ الْجُمْهُورِ وَتَرْجِيحُ الْأَوَّلِ تَبِعَ فِيهِ الرَّافِعِيُّ الْغَزَالِيَّ
“Al Ma’azif adalah alat musik. Contohnya adalah ribab, hunuk, syababah (klarinet), dinamakan demikian karena bolong bagian dalamnya. Hukumnya tidak haram karena ia bisa membuat semangat ketika perjalanan dalam safar. [An Nawawi mengatakan: yang shahih hukumnya haram, wallahu a’lam] sebagaimana juga dipilih oleh Al Baghawi dan ini juga merupakan pendapat jumhur (ulama Syafi’i). Namun yang rajih adalah pendapat pertama, dan ini juga dipilih oleh Ar Rafi’i dan Al Ghazali” (Mughnil Muhtaj, 6/348).
Adapun Abu Hamid Al Ghazzali, beliau mengharamkan ma’azif (alat musik) kecuali rebana. Beliau mengatakan:
المعازف والأوتار حرَام لِأَنَّهَا تشوق إِلَى الشّرْب وَهُوَ شعار الشّرْب فَحرم التَّشَبُّه بهم وَأما الدُّف إِن لم يكن فِيهِ جلاجل فَهُوَ حَلَال ضرب فِي بَيت رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
“Al ma’azif dan sitar hukumnya haram, karena mereka membuat seseorang ingin minum khamr dan ia merupakan syi’ar para peminum khamr. Maka diharamkan menyerupai mereka. Adapun duff (rebana) jika tidak memiliki jalajil, maka halal hukumnya. Pernah dimainkan di rumah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Al Wasith, 7/350).
Namun sebagaimana dikatakan Asy Syarbini, jumhur ulama Syafi’iyyah mengharamkan musik. Dan inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i. Bahkan celaan terhadap musik datang dengan tegas dari Al Imam Asy Syafi’i sendiri. Beliau mengatakan:
تَرَكْتُ فِي الْعِرَاقِ شَيْئًا يُقَالُ لَهُ : التَّغْبِيرُ أَحْدَثَهُ الزَّنَادِقَةُ ، يَصُدُّونَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرْآنِ
“Di Irak aku meninggalkan sesuatu yang disebut taghbir, ini merupakan buatan orang-orang zindiq yang membuat orang-orang berpaling dari Al Qur’an” (Al Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, no. 194, karya Al Khallal).
Al Jauhari dalam Tajul ‘Arus menjelaskan makna taghbir:
التغبير: تهليل أو ترديد صوت يُرَدَّدُ بقراءة وغيرها.. والمراد به ما قال الليث: ما نصه: وقد سموا ما يطربون من الشعر في ذكر الله تغبيراً كأنهم إذا تناشدوه بالألحان طربوا فرقصوا وأرهجوا
“At Taghbir adalah mengiramakan dan mendayu-dayukan suara serta mengulang-ulang suatu bacaan atau semacamnya. Sebagaimana yang disebutkan Al Laits: mereka menamai perbuatan menyanyikan sya’ir dengan alat musik tharab sebagai taghbir. Mereka menyanyikannya dengan lahn-lahn (irama-irama), mereka memainkan tharab, berjoget dan bergembira”
Imam Asy Syafi’i juga mengatakan:
الغناء لهو مكروه يشبه الباطل ومن استكثر مِنْهُ فهو سفيه ترد شهادته
“al ghina’ (nyanyian) merupakan perkara melalaikan yang dibenci, merupakan kebatilan. Barangsiapa memperbanyaknya maka dia seorang yang bodoh. Pesaksiannya ditolak” (dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi, 1/205).
Imam An Nawawi (wafat 676H), ulama besar madzhab Syafi’i, beliau berkata,
الْقِسْمُ الثَّانِي: أَنْ يُغَنِّيَ بِبَعْضِ آلَاتِ الْغِنَاءِ مِمَّا هُوَ مِنْ شِعَارِ شَارِبِي الْخَمْرِ وَهُوَ مُطْرِبٌ كَالطُّنْبُورِ وَالْعُودِ وَالصَّنْجِ وَسَائِرِ الْمَعَازِفِ وَالْأَوْتَارِ يَحْرُمُ اسْتِعْمَالُهُ وَاسْتِمَاعُهُ
“Jenis kedua, bernyanyi dengan alat-alat musik. Ini merupakan syi’ar para peminum khamr. Yaitu alat musik yang dipukul seperti tunbur, banjo, simbal dan alat-alat musik yang lainnya dan juga alat musik dengan senar, semuanya diharamkan menggunakannya dan mendengarkannya” (Raudhatut Thalibin, 11/228).
Sedangkan Ar Rafi’i mengatakan:
المذاهب الأربعة على بطلان بيع ألات اللهو مطلقا كالمزمار و الطنبور و غيرها
“Madzhab yang empat berpendapat batalnya jual-beli alat musik secara mutlak seperti seruling, thanbur (mandolin), dan semisalnya” (Al Majmu’, 14/255).
Kemudian Al Juwaini, Imamul Haramain, beliau mengatakan:
الفصل يشتمل على ما يتعلق السماع به من ضروب الغناء. والبداية في هذا الفن بتحريم المعازف والأوتار، وكلها حرام، وهي ذرائع إلى كبائر الذنوب
“Pasal yang mencakup seluruh nyanyian yang menggunakan alat musik pukul. Sebelumnya, dalam masalah ini telah diharamkan ma’azif (alat musik) dan gitar, semuanya haram. Karena menjadi wasilah yang mengantarkan kepada dosa-dosa besar” (Hihayatul Mathlab fi Dirayatil Madzhab, 19/22).
Ibnu Hajar Al Haitami (wafat 973H), beliau berkata:
الكبيرة السادسة والسابعة والثامنة والتاسعة والأربعون، والخمسون والحادية والخمسون بعد الأربعمائة: ضرب وتر واستماعه، وزمر بمزمار واستماعه وضرب بكوبة واستماعه
“Dosa besar yang ke 446, 447, 448, 449, 450, 451 adalah memainkan nada-nada, mendengarkannya, meniup seruling, mendengarkannya, menabuh gendang, dan mendengarkannya ” (dinukil dari Hukmul Ghina wal Ma’azif, hal. 1).
Beliau juga mengatakan:
يحرم سماع الغناء من أجنبية حرة كانت أو أمة ولو من وراء حجاب
“Diharamkan mendengarkan al ghina’ (nyanyian) dari wanita ajnabiyah, baik yang merdeka ataupun budak. Walaupun dari balik hijab” (Kaffur Ri’a, 58).
Ibnu Shalah (wafat 643H), ulama besar di bidang hadits, beliau berkata,
وَأما اباحة هَذَا السماع وتحليله فَليعلم أَن الدُّف والشبابة والغناء إِذا اجْتمعت فاستماع ذَلِك حرَام عِنْد أَئِمَّة الْمذَاهب وَغَيرهم من عُلَمَاء الْمُسلمين وَلم يثبت عَن أحد مِمَّن يعْتد بقوله فِي الْإِجْمَاع والاخلاف أَنه أَبَاحَ هَذَا السماع
“Mengenai adanya anggapan bahwa nyanyian untuk mubah dan halal maka ketahuilah bahwa rebana, gitar dan nyanyian jika bercampur menjadi satu maka hukum mendengarkannya adalah haram menurut para imam madzhab dan seluruh ulama umat Islam selain mereka. Tidaklah benar ada ulama, yang pendapatnya yang diakui dalam ijma dan khilaf, yang membolehkan nyanyian semisal ini” (Fatawa Ibnu Shalah, 2/500).
Bahkan mengenai musik Islami, beliau pernah ditanya,
مَسْأَلَة أَقوام يَقُولُونَ إِن سَماع الْغناء بالدف والشبابة حَلَال وَإِن صدر الْغناء والشبابة من أَمْرَد دلق حسن الصَّوْت كَانَ ذَلِك نور على نور وَذَلِكَ يحضرهم النِّسَاء الأجنبيات يخالطونهم فِي بعض الْأَوْقَات ويشاهدونهن بقربهم فِي بعض الْأَوْقَات وَفِي بعض الْأَوْقَات يعانق الرِّجَال بَعضهم بَعْضًا ويجتمعون لسَمَاع الْغناء وَضرب الدُّف من الْأَمْرَد وَالَّذِي يُغني لَهُم مصوبين رؤوسهم نَحْو وَجه الْأَمْرَد متهالكين على الْمُغنِي والمغنى ثمَّ يتفرقون عَن السماع بالرقص والتصفيق ويعتقدون أَن ذَلِك حَلَال وقربة يتوصلون بهَا إِلَى الله تَعَالَى وَيَقُولُونَ إِنَّه أفضل الْعِبَادَات فَهَل ذَلِك حرَام أم حَلَال وَمن ادّعى تَحْلِيل ذَلِك هَل يزْجر أم لَا وَهل يجب على ولي الْأَمر أَن يمنعهُم من ذَلِك فَإِذا لم يمنعهُم وَهُوَ قَادر عَلَيْهِ يَأْثَم بذلك أم لَا
“Mengenai sebagian kaum yang mengatakan bahwa mendengarkan lagu dengan duff (rebana) dan klarinet itu halal. Padahal lagu tersebut dibawakan oleh pemuda amrad (yang ganteng dan tidak berjenggot) yang bagus suaranya, mereka mengatakan itu cahaya di atas cahaya. Acara ini juga dihadiri wanita ajnabiyah (yang bukan mahram) yang bercampur-baur pada sebagian waktu. Dan terkadang para penonton pria melihat para wanita itu dengan sangat dekat. Bahkan terkadang mereka juga saling berpelukan satu sama lain. Mereka berkumpul untuk mendengarkan lantunan musik dari gendang yang dimainkan pemuda amrad. Dan orang yang yang menikmati nyanyian ini semua mengarahkan wajah mereka ke arah si amrad namun mereka berbeda-beda gerakan, ada yang berjoget ada yang bertepuk tangan. Mereka meyakini ini halal dan merupakan bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala. Mereka juga mengatakan ini adalah ibadah yang paling afdhal. Jadi sebenarnya ini halal ataukan haram? Dan orang yang menganggap halal ini apakah perlu diberi peringatan atau tidak? Dan apakah wajib bagi pemerintah untuk melarang mereka? Jika pemerintah tidak melarang padahal mereka mampu, apakah pemerintah berdosa?”
Berikut ini jawaban Ibnu Shalah,
أجَاب رَضِي الله عَنهُ ليعلم أَن هَؤُلَاءِ من إخْوَان أهل الْإِبَاحَة الَّذين هم أفسد فرق الضَّلَالَة وَمن أجمع الحمقى لأنواع الْجَهَالَة والحماقة هم الرافضون شرائع الْأَنْبِيَاء القادحون فِي الْعلم وَالْعُلَمَاء لبسوا ملابس الزهاد وأظهروا ترك الدُّنْيَا واسترسلوا فِي اتِّبَاع الشَّهَوَات وَأَجَابُوا دواعي الْهوى وتظاهروا باللهو والملاهي فتشاغلوا بِمَا لم يكن إِلَّا فِي أهل البطالة والمعاصي وَزَعَمُوا أَن ذَلِك يقربهُمْ إِلَى الله تَعَالَى زلفى مقتدون فِيهِ بِمن تقدمهم من أهل الرشاد وَلَقَد كذبُوا على الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وعَلى عباده الَّذين اصْطفى أحبولة نصبوها من حبائل الشَّيْطَان خداعا واعجوبة
Ibnu Shalah, semoga Allah meridhainya, menjawab bahwa ketahuilah mereka para ikhwan yang membolehkan perbuatan tersebut merupakan firqah sesat yang paling jelek dan pemilik kebodohan yang paling bodoh. Dan mereka adalah orang-orang yang menolak untuk mengikuti jalan para Nabi, mereka orang-orang yang suka mencela ilmu dan ulama. Mereka berpakaian dengan pakaian zuhud, menampakkan diri bahwa mereka meninggalkan perkara duniawi namun mereka pindah kepada mengikuti syahwat. Mereka pun menjawab panggilan hawa nafsu dan bersenang-senang dengan hiburan dan kesia-siaan. Mereka menyibukkan diri dengan apa yang biasa dilakukan ahlul batil dan pelaku maksiat. Dan mereka mengira itu merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala sedekat-dekatnya, yang menurut mereka hal itu karena meneladani orang-orang terdahulu yang tertunjuki. Sungguh mereka ini telah berdusta atas nama Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan atas nama hamba-hambanya yang terpilih. Karena telah masuk dalam perangkap-perangkap yang di buat karena tertipu dan terkagum-kagum kepadanya (Fatawa Ibnu Shalah, 2/499).
Zainuddin Abu Yahya Zakariya Al Anshari mengatakan:
(قَوْلُهُ وَسَائِرِ الْمَعَازِفِ) لِخَبَرِ الْبُخَارِيِّ «لَيَكُونَنَّ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحُرَّ وَالْخَمْرَ وَالْحَرِيرَ وَالْمَعَازِفَ» وَلِأَنَّهَا تَدْعُو إلَى شُرْبِ الْخَمْرِ لَا سِيَّمَا مَنْ قَرُبَ عَهْدُهُ بِهِ وَلِأَنَّ التَّشَبُّهَ بِأَهْلِ الْمَعَاصِي حَرَامٌ
“Perkataan An Nawawi [semua ma’azif] ini berdasarkan hadits riwayat Al Bukhari: “Akan datang kaum dari umatku kelak yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan ma’azif (alat musik)”. Karena memainkan ma’azif akan membawa kepada minum khamr, lebih lagi bagi orang yang dekat dengan khamr. Juga karena memainkan ma’azif itu menyerupai ahli maksiat. Hukumnya haram” (Asnal Mathalib fi Syari Raudhatit Thalib, 4/344).
Demikianlah fatwa para ulama-ulama besar dalam madzhab Syafi’i, bahwasanya memainkan al ma’azif (alat musik) itu haram, bahkan diharamkan bahkan tidak boleh memperjual-belikannya. Inilah pendapat yang benar yang bersesuaian dengan dalil-dalil yang ada. Sangat jelas bagi orang yang mau merenungkannya dan lapang dadanya untuk menerima kebenaran.
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita hidayah untuk terus istiqamah di atas jalan yang haq. Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi.
***
Penulis: Yulian Purnama
Muslim.Or.Id
@supportsunnahmedia
Comments
Post a Comment